Sentonorejo, Kec Trowulan November 2014
Hari ini bertepatan dengan perayaan
Khaul Syech Jumadil Kubro, seorang ulama besar yang makamnya berada di kawasan
desa Sentonorejo. Khaul mbah Sayid, begitu warga sekitar biasanya warga sekitar
menyebutnya, merupakan acara tahunan yang diadakan secara meriah dan terdiri
dari berbagai rangkaian. Mulai dari pengajian massal mengkhatamkan al-qur’an,
festifal hadrah, dan puncak acara adalah kirab khaul. Tahun ini kirab
dilaksanakan pada hari Jum’at 7 november 2014
Kirab dimeriahkan oleh berbagai elemen
mulai dari siswa pelajar, seniman, petani, hingga ulama. Karena bertepatan
dengan hari jum’at para peserta kirab berserta perlengkapannya bersiap setelah
jumatan di garis start di Pendopo agung
Majapahit Ada kelompok drumband,
kelompok petani, kelompok Paskibra, hingga berjajar para model yang memamerkan
kreasi buasana dengan batik khas Majapahit, semua dengan bangga dan bersemangat
memeriahkan kirab hari ini. Disamping itu, tumpeng raksasa dan hasil bumi desa
telah di desain dalam bentuk sesuguhan raksasa yang tampak apik.
Pukul 4 sore arak-arakan dimulai. Sebagai
pengabdi di Desa ini aku datang lebih awal untuk membantu beberaapa pekerjaan
kecil sembari mendokumentasikan kegiatan. Tahun ini acara khaul mbah sayid
terasa berbeda bagiku. Tahun lalu, ketika aku masih hijau disini, semua terasa
asing. Namun sekarang, aku mulai mengenal banyak orang di desa ini. Ketika
membantu di dapur, para chef-chef handal bude Mbruk, mak Roh, mak Nur, mbak
Sari, ibu-ibu desa bersama Cak Meni dengan sigap mempersipkan semua kebutuhan
konsumsi untuk ribuan orang. Di bagian perlengkapan Pakde mas Abit, Pakde Ripin
dan pasukannya siap mempersipkan panggung kehormatan untuk bapak Bupati. Di
Balai desa, Pak BPD, Pakde Yasin, pak Polo masih berbenah membuat finishing hasil
bumi Raksasa.
Ketika persiapan selesai, aku pun
penasaran menengok stand pemeran produk
ungggulan bersama sahabatku Hardi, PSP 3 dari Kec Gondang. Kami berkeliling dan
berbincang sembari Hardi yang seorang wisausaha sepatu itu bercerita banyak
denganku. Sekali lagi, merantau tidak akan membuatmu merasa asing bila kau
mengenal banyak orang. Aku berhenti di stand
kerajinan dan tenyata aku menemui Nabila siswa belajarku sedang memilih bandana
bersama mama nya. Di tenda kehormatan, aku dan Hardi bertemu dengan Ibu camat
yang sekaligus pembimbing PSP 3 dispora di 6 bulan pertama penugasan.
Kirab pun dimulai, semua warga baik
dari desa maupun para wisatawan tumpah ruah memenuhi jalanan desa. Aku dan
Hardi memilih posisi untuk melihat kirab, ternyata tanpa sadar aku bersebelahan
dengan Aysha dan Chici, siswa belajarku, yang penasaran melihat delegasi
sekolahnya yang membawakan batik majapahit. Di barisan para peserta kirab, aku mendengar
suara lantang memanggilku, ternyata Basori siswa belajarku bersama Agung ikut
dalam rombongan. Prosesi kirab berlanjut dengan dengan upacara penerimaan
piagam silsilah Mbah Sayid yang merupakan keturunan langsung dari Rasullullah
SAW oleh Bupati. Selesai acara formal doa pun dipanjatkan dan acara yang
ditunggu-tunggu warga dimulai yaitu menikmati tumpeng dan hasil bumi. Para
warga, wisatawan, peserta, penonton tumpah ruah memperebutkan tumpeng dan hasil
bumi yang telah didoakan. Mereka percaya bahwa makanan-makanan tersebut
memiliki barokah jika dimakan. Barokah inilah yang menjadi inti perebutan
tumpeng dan hasil bumi yang disajikan.
Menyenangkan memang merasakan kehidupan rantau yang unik dan
berbeda dengan keseharianku. Aku pun teringat dengan beberapa petikan syair
Diwan oleh Imam Syafii yang mengatakan.
“Merantaulah
Orang berilmu
dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang
yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang “
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang “
0 comments:
Post a Comment