Nanakorobi yaoki
Falls seven times and stand up
for eight.
Gagal menjadi bagian dari gerakan
mengajar di daerah terpencil yang dibesut menteri pendidikan di era kabinet
kerja, tidaklah menyurutkan niatku untuk mengajar dan berbagi. Pada Juni 2014
aku terdaftar sebagai salah seorang peserta direct
assessment Pengajar Muda Angkatan IX di kota Surabaya, namun 2 minggu
setelah itu kudapati permohonan maaf karena belum terpilih dalam gerakan
mengajar di daftar surat elektronikku. Yah, kecewa memang, namun waktu tak
cukup baik untuk berhenti menungguku meratapi kegagalanku.
Rencana di benakku mulai
berkembang. Apapun yang terjadi jauh di dalam diriku aku ingin mengajar. Maka
pada 25 Agustus 2014 aku mulai mengajar di desa dengan pranata yang kubuat
sendiri. Aku memulai mengajar di Bagoes, sebah kelompok belajar yang kubuat
sendiri sebagai langkah pengadianku bagi warga desa Sentonorejo. Bersama rekan
yang ku kenal saat mendirikan Karang Taruna desa, Aditia Pranata, kami
menawarkan program belajar gratis bahasa Inggris dan komputer bagi
pemuda-pemudi desa. Kami menjalankan kegiatan ini dengan kesamaan keprihatinan
akan hasrat dan pola pikir warga tentang belajar. Bisa dikatakan anak-anak desa disini sudah bersekolah dengan baik, namun kebanyakan pendidikan mereka tidaklah
berlanjut hingga ke jenjang pendidikan tinggi. Maka dengan niat yang kami
punya, kamipun menyusun konsep sebuah perpustakaan dan kelompok beljaar dan membagi wilayah kerja. Bekerja dengan mas
Adi sungguh sangat menyenangkan. Selain karena ia adalah putra daerah
yang mengerti "medan", kesamaan visi kami tentang pentingnya pendidikan membuat
kami berdua menjadi tim yang kompak. Aku bertugas kedalam untuk
menyiapkan kelas, sedangkan mas Adi bertugas keluar untuk mencari siswa. Aku
bertugas membuat konsep dan mas Adi, sang sarjana IT ini bertugas memvisualisasikan
desain promosi kami.
25 agustus 2014 kelas pertama Bagoes dimulai dengan 5 siswi dengan berbagai latar belakang. Ada yang masih
aktif sekolah mauapun lulusan sekolah tingkat atas dan yang lainnya berstatus
mahasiswi. Hari itu adalah hari yang perting bagiku, aku begitu bersemangat
telah kusiapkan berbagai perlengkapan penunjang belajar para siswaku dan materi
yang akan kusampaikan. Karena ini kelas perdana, materi pengantar yang ku
berikan seputar perkenalan, keinginan serta harapan mereka akan belajar. Tak
lupa terselip permintaan agar mereka bersedia juga mengajar nantinya.
Setelah 2 minggu berjalan Belajar
Bagoes, begitu kunamai kelompok belajar besutanku, mulai menampakkan
perkembangan. Siswiku sudah bisa mulai menulis dan memperkenalkan dirinya dalam
bahasa Inggris kami pun membuka kelompok kelas belajar bersama untuk para siswa
sekolah dasar. 5 siswi pertamaku sesuai dengan komitmen awal juga menunjukkan antusiame mereka untuk mengajar. Koordinasi digelar,
pembagian tugas diberikan, formulir disebar dan aku pun deg-degan menghadapi
hari pertama belajar dengan siswa-siswa kecilku. Maklum saja, aku merupakan
pendatang yang berusaha dengan kemampuanku mengabdi untuk desa ini. Banyak yang
terlintas di kepalaku saat menggagas ide ini, mulai dari bagaimana cara mengajar,
bagaimana caranya membuat anak-anak mau datang belajar ke perpus kecilku, dengan
siapa, pandangan warga, hingga kelanjutan akan
belajar Bagoes kedepannya. Ah, tetapi kenapa aku begitu mengkhawatirkan sesuatu
yang belum terjadi. Bukankah manusia hanya bertugas untuk berusaha dan berdoa
hingga nantinya Dial lah yang menentukan dan menunjukkan jalannya. Kini belajar Bagoes sudah berumur 2 bulan, usia yang masih sangat belia untuk dikatakan berhasil. Kini mulai dari ber dua, ber tujuh, kami sudah rutin belajar di perpus mungil Bagoes dengan total 30 pembelajar. Yeiiiy ^.^
Pada akhirnya, aku belajar bahwa
mungkin saja siswa di sini di Sentonorejo lebih membutuhkanku daripada mereka
yang berada di Majene atau mungkin di Bengakalis. Aku pun memiliki keyakinan bahwa "berbuat" tidak semertanya menjadi apa yang terlihat hebat dan berprestise, dan bukan pula yang agung dan di elu-elukan. Walaupun belajar Bagoes
hanya sepetak perpustakaan kecil di desa, aku berharap semoga ini bisa
bermanfaat dan berkelanjutan. Agar mungkin nantinya ada kisah seorang Dahlan Iskan, Chairil
Tanjung, maupun Gayatri Wailissa dari para siswa Bagoesku.
0 comments:
Post a Comment