Festival ramadhan Bagoes 2015 ; Terima Kasih

Awal Ramadhan tahun ini 2015 seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah libur, apakah artinya kegiatan Bagoes akan berhenti?, tidak kukira. Sekilas bisik menuntunku untuk melakukan sesuatu. Aku bukanlah seorang kreatif seperti Wira Nagara ataupun Pidi Baiq yang sudah dilengkapi keran aliran ide yang tak pernah berhenti mengalir, namun aku manusia yang punya keinginan.



Yah sederhana, aku ingin melihat anak-anak disekitarku bahagia dan memiliki kebanggaan. Harapku bersambut, seorang sahabat suatu hari memberi kami set Angklung yang diantarkannya ke desa dengan keihlasan, terima kasih Rangga Barmana. Aku tak tahu bagaimana menggunakannya, bagaimana mengajarkan bermain angklung tapi kembali lagi aku ingin. Maka kucoba untuk memainkan dan mengajak anak-anak bersama bermain. Lucunya, ketika polos mereka bertanya “mbak iki yok nopo mainkene” sejatinya aku ingin berkata ”adik, ini juga kali pertama kakak memainkannya” sayangnya, aku tak ingin mematahkan semangat mereka, maka kuajarilah sebisaku, dan potongan bambu bernada itu pun berbunyi.

Latihan terus menunjukkan perkembangan. Aku kemudian berfikir, jika niatku menanamkan kebanggaan, mendidik mental mereka untuk “tampil” maka apakah mereka hanya akan berakhir di latihan akhir pekan? Tidak pikirku, untuk menyemangati mereka, aku harus membuat pentas. Ku kumpulkan niat, pergilah aku menghadap pemegang kekuasaan tertinggi di desa, dan usulanku tak disetujui. Sudahlah, aku lelah mencerca mereka dengan berbagai prasangka yang hanya membuat hatiku semakin sakit. Membuang waktuku dengan kebencian. Satu obrolan yang kuingat dengan mas Edo kala itu. Jika ada pohon besar melintang di depan jalanmu, mengapa kamu harus melawan dengan memotongnya, mengapa tak bergeser selangkah lewat di pinggirnya. Aku rasa kamu bisa melanjutkan perjalanan setelah itu.

Keputusan mereka bukanlah akhir yang bisa menghentikanku. Allah SWT, Tuhan yang kusembah dengan segala kehinaannkulah yang merestui niatku. Aku diberkahi tim yang luar biasa yang mewujudkan mimpi kecil ini menjadi nyata. Mereka yang berhasil ku “tipu” untuk berjibaku merencanakan pentas, pulang larut setiap malam tanpa sepeserpun rupiah yang kuimingi. Terima kasih Dita, Cici, Fency, Hesti, Rona dan Adi. Sungguh aku mencintai kalian, bukan aku namun sang maha pemberi yang akan memberi kalian hadiah itu.

Jika kalian percaya bahwa akan adanya kekuatan tak terlihat itu, bahwa mendapatkan bantuan tak terhingga dari berbagai pihak diluar rencana akan masuk akal bagi kalian. Saat tak sengaja  aku berkunjung ke rumah seorang guru sekolah, satu amplop terselip di tanganku “kanggo tambah-tambah tuku hadiah mbak Sekar”. Aku tak berniat dan menyelipkan obrolan tentang rencana pentas anak-anak, demi apapun aku berani bersumpah. Usaha anak-anak yang dengan keras berlatih dan terlihat dari lalu lintas depan balai desa yang mengantarkan amplop itu ketanganku. “iku arek-arek nang balai desa latihan Angklung kanggo opo mbak ?”, ini awal dari guliran pembicaraan. Terima kasih bu Puji.

Beberapa hari setelahnya, seorang wali siswa datang, saat kami menghela nafas setelah begijrakan mengajarkan anak-anak menari. Aku menyambut beliau dan berusaha mencari topik pembicaraan. Dan, sodoran rupiah mendarat di tangaku. “iki go tambah-tambah mbak”, Alhamdulillah, terima kasih mama Nabila.

Bantuan tak henti datang. Malaikat tanpa sayap itu sungguh ada. Aku dipertemukan dengan keluarga berhati emas. Keluarga ini yang memberiku asupan karbohidrat, protein, mineral dan juga glukosa setelah seharian ibadah Ramadhanku. Keluarga ini yang selalu menyambut senyum dan menyediakan tempat saat kami panitia butuh tempat bernaung. Tak hanya itu, suguhan penyemangat senyum dan bantuan tak tergantikan saat persiapan konsumsi hanya dapat kubalas dengan senyum, terimakasih dan doa. Terima kasih Mak Noeng, Pakde Darman dan Mak Tun.

Bantuan tak berhenti sampai disini. Terima kasih Opik dan Heri. Atas kerelaan dan keringatnya usung-usung perkap, manjat-manjat dekor. Terima kasih mama Ardi untuk kue nya, terima kasih para perangkat, dan undangan yang datang, terima kasih peserta lomba.

Dua malam lalu festival Ramadhan belajar Bagoes sukses diselenggarakan. Senyum bahagia bercampur haru tak henti terpancar bersama rasa syukurku. Anak-anak yang bersemangat dan berhasil tampil berani, lalu senyum dan air mata para orangtua kala meng-amini cita anaknya sukses membayar segala usahaku menembus dinginnya malam di sepi tak bercahayanya kebun tebu menuju kasur tanpa seprei di kamarku. Yah aku memang cengeng, lebih cengeng dari Ola saat diganggu Ois, jauh juga lebih cengeng dari Fandi yang tak bisa berkata saat diminta berpesan pada orangtuanya.

Ini mungkin yang terakhir dariku, namun juga yang pertama. Aku berharap semoga kebahagiaan semacam ini dapat terus berlanjut dan ditularkan di sini, desa Sentonorejo, Trowulan, Mojokerto-Indonesia. Besok, tahun depan, seterusnya.
Terima kasih…terima kasih..

0 comments:

Post a Comment

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author

Hy, my name is Sekar Hanafi. A dynamic girl who really wants to explore many interesting things. Every time I try to do epokhe and this makes me curious about many things. As Lau-zhu said "a journey of a thousand miles must begin with single step", glad to me to share something less as the part of my long journey. Let's share and Carpe Diem ^.^